sholawat

sholawat

Sabtu, 15 Oktober 2016

Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah



Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah

            Menyusun karya ilmiah melibatkan proses berpikir rasionaldan berpikir empiris, penyusunan karya ilmiah harus mengikuti metode ilmiah dan harus memenuhi prinsip-prinsip keilmiahan. Metode ilmiah adalah metode yang didalamnya memuat langkah-langkah pengorganisasian dan pengaturan gagasan pemikiran yang konseptual dan prosedural. Sedangkan prinsip-prinsip keilmiahan yakni mencakup : objektivitas (segala sesuatu yang dipaparkan didasarkan pada data, bukan pada interpretasi penulis). Hasil studi empiris (fakta yang mempunyai validitas dan reabilitas tinggi), pemaparan berdasarkan rasio (mempergunakan pikiran dan pengalaman, bukan emosi)
            Guna menunjang keperluan tersebut, ada sejumlah sikap yang harus dimiliki seorang penulis karya ilmiah, yaitu :
1.      Sikap ilmiah, yakni selalu ingin tahu mengenai berbagai macam hal.
2.      Sikap kritis, yakni selalu mencari informasi sebanyak mungkin.
3.      Sikap terbuka, yakni bersedia mendengarkan keterangan dan argumentasi orang lain.
4.      Sikap objektif, yakni menyatakan sesuatu dengan apa adanya tanpa diikuti perasaan pribadi.
5.      Sikap rela menghargai karya orang lain, yakni tidak bersikap sebagai plagiator (orang yang mengambil karangan orang lain dan disiarkan sebaai karangannya.
6.      Sikap berani mempertahankan kebenaran, yakni berani membela fakta atau yang dipaparkan.
7.      Sikap menjangkau kedepan dengan sikap (futuristic), yakni dapat membuat hipotesis, membuktikannya, dan bahkan mampu menyusun teori baru.
Kode etik penulisan karya ilmiah adalah seperangkat norma yang perlu diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah. Adapun norma-norma yang harus diperhatikan mencakup tiga hal pokok, yakni : 
1.      Cara pengutipan dan perujukan
Penulis harus jujur dalam menyebutkan rujukan atau pikiran yang diambil dari sumber lain. Jadi, penulis harus menghindarkan diri dari tindikan plagiat.
2.      Cara perizinan
Penulis wajib meminta izin secara tertulis kepada pemilik bahan yang dikutip pendapatnya. Jika pemilik bahan tidak dapat dijangkau, maka penulis harus jujur menyebutkan sumber yang dijadikan rujukan dan menjelaskan apakah bahan tersebut diambil secara utuh, sebagian, dimodifikasi atau dikembangkan.
3.      Cara penyebutan data
Nama sumber data atau informan tidak boleh dicantumkan apabila pencantuman nama tersebut dapat merugikan sumber data.


Minggu, 02 Oktober 2016

FILSAFAT ILMU BAG. 1



DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU
A.    Dimensi Ontologi

1.      Definisi Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori filsafat ilmu yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Isttilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta onta berarti ‘yang berbeda’, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengn demikian, ontologi berarti ilmu pengetahuan.
Ontologi merupakan salah satu penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Dalam menghadapi persoalan ontology, bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari semua yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada dua macam kenyataan. Yang pertama kenyataan ang berupa materi (kebendan), dan yang kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636. Ontology tersebut diperkenalkan untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya metafisika terbagi menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontology yang berarti cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus dibagi lagi menjadi 3, yaitu 1). kosmologi adalah cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang alam semesta. 2).Psikologi adalah cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang jiwa manusia. 3). Teologi adalah cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang Tuhan.
2.      Aliran-aliran dalam Ontologi
Didalam pemahaman atau pemikiran ontology dapat ditemukan pandangan pokok pemikiran yaitu :
a.       Aliran Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari seluruh kenyataan itu hanya satu, tidak mungkin dua, baik yang berasal dari materi maupun rohani. Paham ini kemudian dibagi menjadi dua aliran, yaitu sebagai berikut :
-          Aliran materialisme, menurut aliran ini sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani.Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri. Tokoh aliran ini adalah Anaximander (585-525 SM).  Dia berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Tokoh aliran ini adalah Demokritos (460-370 SM). Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam.
-          Aliran Idealisme, Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idelisme sebagai lawan materialisme, dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serbacita, spiritualisme berarti serba ruh.Aliran idealisme beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.Tokoh aliran ini diantaranya :
1. Plato (428 -348 SM) dengan teori ide-nya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada dialam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu.
2. Aristoteles (384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu.
3. Pada Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide.

b.      Aliran Dualisme
Paham ini mencoba memadukan antara aliran materialistis dan ideologis. Menurutnya materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu juga dengan ruh muncul bukan karena materi. Dalam perkembangannya, aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut.
Aliran dualisme merupakan paham yang serba dua, yaitu antara materi dan bentuk. Pengertian materi dalam paham dualisme tidak sama dengan pengertian materi sekarang. Menurut Ariestoteles, materi adalah dasar terakhir dari segala hal perubahan yang berdiri sendiri dan unsur yang terdapat didalam sesuatu yang menjadi dan binasa. Materi dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan bawah yang paling akhir dan umum. Dilain pihak dijelaskan bahwa materi adalah kenyataan yang belum terwujud, tetapi memiliki potensi untuk menjadi terwujud.
Sedangkan pengertian bentuk adalah pola segala sesuatu yang tempatnya diuar dunia ini. Bagi Ariestoteles, bentuk adalah asas yang berada didalam benda yang konkret (misalnya meja, kursi, dll). Demikianlah materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat terwujud tanpa adanya bentuk, sebaliknya dengan bentuk tidak dapat berada tanpa materi.

c.       Aliran Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Dan menurut paham ini, kenyataan ala mini tersusun dari banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of  Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
d.      Aliran Nikhilisme
Dalam paham ini menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreatif manusia. Dalam pandangan nikhilisme, Tuhan sudah mati sehingga dianggap manusia bebas berkehendak dan berkreatifitas. Tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu: Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh  modern aliran ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M), ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
e.       Aliran Agnotisisme
Aliran ini menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya. Sebab menurut aliran ini, kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh indranya maupun pikirannya.Tokoh-tokohnya seperti: Soren Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) seorang filosof Jerman, serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan Prancis yang atheis (Bagus, 1996).

3.      Teologi
Istilah teologi dalam bahasa Yunani artinya pengetahuan mengenai Alloh, yaitu usaha metodis untuk memahami derta menafsirkan kebenaran wahyu (Gerald O’Collins dan Edward G., 2001: 129). Dalam bahasa latin, teologi diartikan ilmu yang mencari pemahaman, maksudnya dengan menggunakan sumber daya rasio, khususnya ilmu sejarah dan filsafat, teologi selalu mencari dan tidak pernah sampai pada jawaban terakhir dan pemahaman yang selesai.
Thomas Aquinas dalam Harun Hadiwijoyo, (2005: 107-108) mengajukan 5 bukti adanya Tuhan, yaitu sebagai berikut :
a.       Adanya gerak didunia mengharuskan kita menerima bahwa ada penggerak pertama, yaitu Alloh. Menurut Aquinas, apa yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain, itulah Alloh.
b.      Didalam dunia ini seluruh jagat raya, keberadaannya dan penempatannya ada yang menghasilkan atau ada yang mengaturnya bukan dihasilkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, penyebabnya adalah Alloh.
c.       Di alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin ada dan tidak ada. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang mutlak, yang tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain. Inilah Alloh.
d.      Semua ada sesuatu yang menjadi sebab dari segala yang baik, segala yang benar, segala yang mulia, dan sebagainya. Yang menyebabkan semuanya itu adalah Alloh.
e.       Segala sesuatu yang tidak berakal tidak mungkin bergerak menuju akhirnya, jikalau tidak diarahkan oleh sesuatu tokoh yang berakal, berpengetahuan. Inilah Alloh.
Pada abad 19 dan 20, pemikiran filsafat tentang teologis ini cukup menonjol. Tokoh yang ada didalamnya adalah Agueste Comte (1798-1857), Henri Bergson. Mereka adalah tokoh yang percaya adanya Alloh. Sedangkan tokoh yang tidak percaya adanya Alloh adalah David Hume (1711-1776), Ludwig Feuerbach (1804-1872), Friederich Nietzche (1844-1900).

B.     Dimensi Epistemologi

1.      Pengertian Epistemologi
Epistemologi sering juga disebut sebagai teori pengetahuan. Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi epistemologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan sahnya (validitas) pengetahuan. Menurut Conny Semiawan (2005: 157) epistemologi adalah cabang filasafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis sekitar teori pengetahuan.
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.      Metode Induktif
Suatu metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
b.      Metode Deduktif
Suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu sistem yang runtut.
c.       Metode Positivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang positif. Oleh karena itu, ia menolak metafisika dan dalam bidang filsafat, metode ini dibatasi pada bidang gejala-gejala saja.
d.      Metode Kontemplatif
Metode ini menyatakan bahwa adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, Sehingga objek yang dihasilkan akan berbeda juga.
e.       Metode Dialektis
Metode ini mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematikatentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.

2.      Aliran-Aliran dalam Epistemologi
Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi, yaitu sebagai berikut :
a.       Rasionalisme adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan pentinganya peran akal atau idesebagai bagian yang sangat menentukan hasil keputusan atau pemikiran.
b.      Empirisme adalah usaha untuk membuktikan dari hasil keputusan atau pemikiran yang telah di tentukan dengan akal atau ide.




C.     Dimensi Aksiologi

1.      Pengertian Aksologi
Istilah Aksiologi berasal dari bahasa Yunani,, yaitu axios yang artinya nilai dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umunya dipandang dari sudut pandang kefilsafatan.
Objek kajian aksiologi dilihat dari jenisnya ada 2 bagian umum, yaitu etika dan estetika.
a.       Etika
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai perbuatan-perbuatan manusia. kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan pelajari tingkah laku manusia baik buruknya.
b.      Estetika
Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas. Objek formal estetika meliputi nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.

Dalam banyak hal, satu atau lebih sifat-sifat dasar sudah dengan sendirinya terkandung di dalam suatu pengetahuan apabila pengetahuan itu sudah lengkap mengandung sifat-sifat dasar pembenaran, sistemik, dan intersubjektif.

1.      Universal

Universal berarti barlaku umum. Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi oleh ilmu atau pengetahuan ilmiah, yaitu ilmu itu harus berlaku umum, ternyata sifat universal mempunyai keterbatasan. Keterbatasan sifat ini lebih nyata lagi pada ilmu sosial, misalnya sejarah, antropologi budaya, ilmu hukum, dan ilmu pendidikan. Tampaknya keterbatasan ini tidak dapat dilepaskan dari hakikat ilmu sosial sebagai ilmu mengenai manusia (terutama pelakunya). Jadi, harus lebih banyak catatan yang dipertimbangkan dalam menerapkan sifat universal ilmu-ilmu sosial, misalnya yang berkaitan dengan tempat dan waktu kejadian.
           
            Keterbatasan sifat universal berkaitan erat dengan karakter universalnya. Ada perbedaan antara karakter universal ilmu-ilmu sosial dan karakter universal ilmu-ilmu eksakta, misalnya, antara ilmu sejarah dan mekanika. Fenomena dalam ilmu sejarah sangat terkait dengan ruang dan waktu, sedangkan fenomena mekanika boleh dikatan terbebas dari ruang dan waktu. Karena itu, karakter universal ilmu sejarah berbeda dengan karakter universal ilmu mekanika. Orang dengan akan mudah akan menilai, seakan-akan tidak adanya universalitas dalam ilmu sejarah, jelas hal ini merupakan tindakan yang keliru.
2.      Dapat Dikomunikasikan.

Maksudnya, apabila bahasa tidak merupakan kendala, pengetahuan ilmiah itu bukan saja dimengerti artinya, tetapi juga maknanya. Jadi, memberikan pengetahuan baru kepada orang lain dengan tingkat kepercayaan cukup besar. Terpenuhinya dengan baik sifat intersubjektif suatu pengetahuan sangat membantu menjadi communicable.

3.      Progresif

Progresif dapat diartikan adanya kemajuan, perkembangan, atau peningkatan. Sifat ini merupakan salah satu tuntutan modern untuk ilmu. Sifat ini sangat didorong oleh ciri-ciri penalaran filosofis, yaitu skeptis, menyeluruh (holistic, comprehensive) mendasar (radical), kritis, dan analistis, yang menyatu dalam semua imajinasi dan penalaran ilmiah. Adanya ciri-ciri ini, yang mula-mula didominasi oleh sikap skeptis terhadap segala sesuatu yang dianggap berat, akan mendorong seseorang untuk terus-menerus mempertanyakan semua pengetahuan, kemudian ciri-ciri yang lain akan membawanya ke imajinasi dan penalaran filosofi ilmiah, yang kemudian berlanjut ke pengembangan pengetahuan, dan berujung pada penemuan pengetahuan baru. Dengan demikian, berlangsunglah progresivitas pengetahuan.