DIMENSI KAJIAN FILSAFAT
ILMU
A.
Dimensi Ontologi
1.
Definisi Ontologi
Ontologi merupakan
cabang teori filsafat ilmu yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Isttilah
ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta
onta berarti ‘yang berbeda’, dan logos
berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengn demikian, ontologi berarti ilmu
pengetahuan.
Ontologi merupakan
salah satu penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Dalam menghadapi
persoalan ontology, bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari semua yang ada
ini? Pertama kali orang dihadapkan pada dua macam kenyataan. Yang pertama
kenyataan ang berupa materi (kebendan), dan yang kedua, kenyataan yang berupa
rohani (kejiwaan).
Term ontologi pertama
kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636. Ontology tersebut
diperkenalkan untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat
metafisis. Dalam perkembangannya metafisika terbagi menjadi dua, yaitu
metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai
istilah lain dari ontology yang berarti cabang filsafat yang membicarakan
prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang
metafisika khusus dibagi lagi menjadi 3, yaitu 1).
kosmologi adalah cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang alam semesta.
2).Psikologi
adalah cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang jiwa manusia.
3). Teologi
adalah cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang Tuhan.
2.
Aliran-aliran dalam Ontologi
Didalam pemahaman atau
pemikiran ontology dapat ditemukan pandangan pokok pemikiran yaitu :
a. Aliran
Monoisme
Paham ini menganggap
bahwa hakikat yang berasal dari seluruh kenyataan itu hanya satu, tidak mungkin
dua, baik yang berasal dari materi maupun rohani. Paham ini kemudian dibagi
menjadi dua aliran, yaitu sebagai berikut :
-
Aliran materialisme, menurut aliran ini
sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani.Aliran pemikiran ini
dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa
sumber asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga
disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan
satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak
berdiri sendiri. Tokoh aliran ini adalah Anaximander (585-525 SM). Dia
berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara
merupakan sumber dari segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering
dikaitkan dengan teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah
bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan.
Bagian-bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Tokoh aliran
ini adalah Demokritos (460-370 SM). Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini
merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus.
Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam.
-
Aliran Idealisme, Idealisme diambil dari kata idea,
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idelisme sebagai lawan materialisme,
dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serbacita, spiritualisme
berarti serba ruh.Aliran idealisme beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang
beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu
sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.Tokoh aliran ini diantaranya :
1.
Plato (428 -348 SM) dengan teori ide-nya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada dialam
mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari setiap sesuatu.
2. Aristoteles
(384-322 SM), memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan
alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri
dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu.
3. Pada
Filsafat modern padangan ini mula-mula kelihatan pada George Barkeley
(1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide.
b. Aliran Dualisme
Paham ini mencoba memadukan antara aliran materialistis dan
ideologis. Menurutnya materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi
muncul bukan karena adanya ruh, begitu juga dengan ruh muncul bukan karena
materi. Dalam perkembangannya, aliran ini masih memiliki masalah dalam
menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut.
Aliran dualisme merupakan paham yang serba dua, yaitu antara
materi dan bentuk. Pengertian materi dalam paham dualisme tidak sama dengan
pengertian materi sekarang. Menurut Ariestoteles, materi adalah dasar terakhir
dari segala hal perubahan yang berdiri sendiri dan unsur yang terdapat didalam
sesuatu yang menjadi dan binasa. Materi dalam arti mutlak adalah asas atau
lapisan bawah yang paling akhir dan umum. Dilain pihak dijelaskan bahwa materi
adalah kenyataan yang belum terwujud, tetapi memiliki potensi untuk menjadi
terwujud.
Sedangkan pengertian bentuk adalah pola segala sesuatu yang
tempatnya diuar dunia ini. Bagi Ariestoteles, bentuk adalah asas yang berada
didalam benda yang konkret (misalnya meja, kursi, dll). Demikianlah materi dan
bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat terwujud tanpa adanya bentuk,
sebaliknya dengan bentuk tidak dapat berada tanpa materi.
c. Aliran Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap
macam bentuk merupakan kenyataan. Dan menurut paham ini, kenyataan ala mini
tersusun dari banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.Tokoh
modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai
seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth,
James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
d.
Aliran Nikhilisme
Dalam paham ini menyatakan bahwa
dunia terbuka untuk kebebasan dan kreatif manusia. Dalam pandangan nikhilisme,
Tuhan sudah mati sehingga dianggap manusia bebas berkehendak dan berkreatifitas. Tokohnya yaitu
Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu:
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak
dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak
akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini
diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche
(1844-1900 M), ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
e.
Aliran Agnotisisme
Aliran ini menganut paham bahwa manusia tidak mungkin
mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya. Sebab menurut aliran ini,
kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin apa hakikat sesuatu yang
ada, baik oleh indranya maupun pikirannya.Tokoh-tokohnya seperti: Soren Kierkegaar
(1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat
Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) seorang filosof Jerman,
serta Jean Paul Sartre (1905-1980 M), seorang filosof dan sastrawan Prancis
yang atheis (Bagus, 1996).
3.
Teologi
Istilah teologi dalam bahasa Yunani artinya pengetahuan
mengenai Alloh, yaitu usaha metodis untuk memahami derta menafsirkan kebenaran
wahyu (Gerald O’Collins dan Edward G., 2001: 129). Dalam bahasa latin, teologi
diartikan ilmu yang mencari pemahaman, maksudnya dengan menggunakan sumber daya
rasio, khususnya ilmu sejarah dan filsafat, teologi selalu mencari dan tidak
pernah sampai pada jawaban terakhir dan pemahaman yang selesai.
Thomas Aquinas dalam Harun Hadiwijoyo, (2005: 107-108)
mengajukan 5 bukti adanya Tuhan, yaitu sebagai berikut :
a.
Adanya gerak didunia mengharuskan
kita menerima bahwa ada penggerak pertama, yaitu Alloh. Menurut Aquinas, apa
yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain, itulah Alloh.
b.
Didalam dunia ini seluruh jagat
raya, keberadaannya dan penempatannya ada yang menghasilkan atau ada yang
mengaturnya bukan dihasilkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, penyebabnya
adalah Alloh.
c.
Di alam semesta terdapat hal-hal
yang mungkin ada dan tidak ada. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang mutlak,
yang tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain. Inilah Alloh.
d.
Semua ada sesuatu yang menjadi sebab
dari segala yang baik, segala yang benar, segala yang mulia, dan sebagainya.
Yang menyebabkan semuanya itu adalah Alloh.
e.
Segala sesuatu yang tidak berakal
tidak mungkin bergerak menuju akhirnya, jikalau tidak diarahkan oleh sesuatu tokoh
yang berakal, berpengetahuan. Inilah Alloh.
Pada abad 19 dan 20, pemikiran
filsafat tentang teologis ini cukup menonjol. Tokoh yang ada didalamnya adalah
Agueste Comte (1798-1857), Henri Bergson. Mereka adalah tokoh yang percaya
adanya Alloh. Sedangkan tokoh yang tidak percaya adanya Alloh adalah David Hume
(1711-1776), Ludwig Feuerbach (1804-1872), Friederich Nietzche (1844-1900).
B.
Dimensi Epistemologi
1.
Pengertian Epistemologi
Epistemologi sering juga disebut sebagai teori pengetahuan.
Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi epistemologi merupakan
cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan
sahnya (validitas) pengetahuan. Menurut Conny Semiawan (2005: 157) epistemologi
adalah cabang filasafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis
sekitar teori pengetahuan.
Epistemologi
meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal,
indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a.
Metode
Induktif
Suatu metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil
observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
b.
Metode
Deduktif
Suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris
diolah lebih lanjut dalam suatu sistem yang runtut.
c.
Metode
Positivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang
positif. Oleh karena itu, ia menolak metafisika dan dalam bidang filsafat,
metode ini dibatasi pada bidang gejala-gejala saja.
d.
Metode
Kontemplatif
Metode ini menyatakan bahwa adanya keterbatasan indra dan
akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, Sehingga objek yang dihasilkan akan
berbeda juga.
e.
Metode Dialektis
Metode ini mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode
penuturan, juga analisis sistematikatentang ide-ide untuk mencapai apa yang
terkandung dalam pandangan.
2.
Aliran-Aliran dalam Epistemologi
Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam
epistemologi, yaitu sebagai berikut :
a.
Rasionalisme
adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan pentinganya peran akal atau
idesebagai bagian yang sangat menentukan hasil keputusan atau pemikiran.
b.
Empirisme adalah
usaha untuk membuktikan dari hasil keputusan atau pemikiran yang telah di
tentukan dengan akal atau ide.
C.
Dimensi Aksiologi
1.
Pengertian Aksologi
Istilah Aksiologi berasal dari bahasa Yunani,, yaitu axios yang artinya nilai dan logos yang artinya ilmu atau teori.
Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang
umunya dipandang dari sudut pandang kefilsafatan.
Objek kajian aksiologi dilihat dari jenisnya ada 2 bagian
umum, yaitu etika dan estetika.
a.
Etika
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai perbuatan-perbuatan manusia. kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan
hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek formal etika
meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan pelajari tingkah laku manusia baik
buruknya.
b.
Estetika
Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang
hakikat indah dan buruk. Estetika membantu dalam membentuk suatu persepsi yang
baik dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh
khalayak luas. Objek formal estetika meliputi nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena
disekelilingnya.
Dalam banyak hal, satu atau lebih
sifat-sifat dasar sudah dengan sendirinya terkandung di dalam suatu pengetahuan
apabila pengetahuan itu sudah lengkap mengandung sifat-sifat dasar pembenaran,
sistemik, dan intersubjektif.
1. Universal
Universal
berarti barlaku umum. Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi oleh ilmu atau
pengetahuan ilmiah, yaitu ilmu itu harus berlaku umum, ternyata sifat universal
mempunyai keterbatasan. Keterbatasan sifat ini lebih nyata lagi pada ilmu
sosial, misalnya sejarah, antropologi budaya, ilmu hukum, dan ilmu pendidikan.
Tampaknya keterbatasan ini tidak dapat dilepaskan dari hakikat ilmu sosial
sebagai ilmu mengenai manusia (terutama pelakunya). Jadi, harus lebih banyak
catatan yang dipertimbangkan dalam menerapkan sifat universal ilmu-ilmu sosial,
misalnya yang berkaitan dengan tempat dan waktu kejadian.
Keterbatasan sifat universal
berkaitan erat dengan karakter universalnya. Ada perbedaan antara karakter
universal ilmu-ilmu sosial dan karakter universal ilmu-ilmu eksakta, misalnya,
antara ilmu sejarah dan mekanika. Fenomena dalam ilmu sejarah sangat terkait
dengan ruang dan waktu, sedangkan fenomena mekanika boleh dikatan terbebas dari
ruang dan waktu. Karena itu, karakter universal ilmu sejarah berbeda dengan
karakter universal ilmu mekanika. Orang dengan akan mudah akan menilai,
seakan-akan tidak adanya universalitas dalam ilmu sejarah, jelas hal ini
merupakan tindakan yang keliru.
2.
Dapat Dikomunikasikan.
Maksudnya,
apabila bahasa tidak merupakan kendala, pengetahuan ilmiah itu bukan saja
dimengerti artinya, tetapi juga maknanya. Jadi, memberikan pengetahuan baru
kepada orang lain dengan tingkat kepercayaan cukup besar. Terpenuhinya dengan
baik sifat intersubjektif suatu pengetahuan sangat membantu menjadi
communicable.
3.
Progresif
Progresif dapat
diartikan adanya kemajuan, perkembangan, atau peningkatan. Sifat ini merupakan salah
satu tuntutan modern untuk ilmu. Sifat ini sangat didorong oleh ciri-ciri
penalaran filosofis, yaitu skeptis, menyeluruh (holistic, comprehensive)
mendasar (radical), kritis, dan analistis, yang menyatu dalam semua imajinasi
dan penalaran ilmiah. Adanya ciri-ciri ini, yang mula-mula didominasi oleh
sikap skeptis terhadap segala sesuatu yang dianggap berat, akan mendorong
seseorang untuk terus-menerus mempertanyakan semua pengetahuan, kemudian
ciri-ciri yang lain akan membawanya ke imajinasi dan penalaran filosofi ilmiah,
yang kemudian berlanjut ke pengembangan pengetahuan, dan berujung pada penemuan
pengetahuan baru. Dengan demikian, berlangsunglah progresivitas pengetahuan.